Bomber sering kali dipandang sebagai bentuk pencarian identitas anak muda atau untuk sekedar menunjukkan eksistensi mereka. Aksi mereka pun sering berhadapan dengan aparat kota (Satpol Pamong Praja) bahkan tidak jarang juga berhadapan dengan aparat kepolisian karena dipandang sebagai aksi yang merusak. Keberadaan bomber yang telah menjadi subkultur anak muda dipandang sebagai pemberontakan atas struktur urban semakin diterima. Meskipun di sisi lain pandangan yang sinis terhadap mereka selalu tetap saja ada.
Bomber hadir sebagai eksistensi mereka terhadap tanda zaman yang diwakili oleh trend gaya hidup dan hal ini lebih kuat tercermin daripada menunjukkan identitas mereka yang sarat ideologi keberbedaan.
Berawal dari awal tahun ‘70an, dan masih berupa coretan-coretan dan tag, namun karena menurut perkembangan zaman pula, dan keingin tahuan lebih dari masyarakat sehingga kini seni itu terbedakan menjadi beberapa bagian.
Grafiti (juga dieja graffity atau graffiti) adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur.
Mural adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen lainnya. Berbeda dengan graffiti yang lebih menekankan hanya pada isi tulisan dan kebanyakan dibuat dengan cat semprot maka mural tidak demikian, mural lebih bebas dan dapat menggunakan media cat tembok atau cat kayu bahkan cat atau pewarna apapun juga seperti kapur tulis atau alat lain yang dapat menghasilkan gambar.
Vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan perusakan yang kejam dan penistaan segalanya yang indah dan kreatif . Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah perusakan kriminal, pencacatan, graffiti, dan hal-hal lainnya yang mengganggu mata.
Yang coba saya angkat adalah Vandalisme ini sendiri, yang telah mengotori dan merusak lingkungan serta membuat pergerakan para bomber terbatasi, dan merusak karya-karya seninya. Yang coba merusak seni graffiti dg coretan-coretan yang dimaksudkan sebagai kebanggaan kelompok atau geng, seperti “Rasela” yang berarti Rajawali Selatan di kawasan Gunung Sahari. “T2R” di wilayah Tomang - Slipi - Grogol atau “Lapendos (Laki-laki Penuh Dosa)”. Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ada geng yang menuliskan “Legos”, lalu ada “Cokrem (Cowok Krempeng)” di sekitaran Pangudi Luhur serta geng anak-anak mobil yang menamakan dirinya “Mondroid”.
Di Bandung pada tahun-tahun 1970-1980 ada geng yang menuliskan graffiti “Orexas (Organisasi Sex Bebas)” yang menyemarakkan kota ini. Tulisan tersebut diambil dari popularitas novel yang ditulis oleh Remy Silado. Graffiti di Jogjakarta pada sekitar tahun 1980-1995 pernah disemarakkan oleh graffiti yang memenuhi spot-spot di kota Jogja. Graffiti tersebut bertuliskan “JXZ” atau “Joxzin” yang menyiratkan juga pada kebanggaan kelompok atau geng. (sumber Majalah HAI No. 36/XXX/4 , September-10 September 2006)
Seperti inilah, menurut saya pribadi perwujudan dari Vandalisme yang merusak keindahan wajah-wajah kota di Indonesia. Sehingga berdampak kepada para bomber yang berusaha mengekpresikan suatu karya seninya dalam sebuah guratan, coretan, dan suatu gambaran, malah berkesan menjadi suatu kearogansian sebagai kaum muda, bukan karya seni kawula muda. Wajar jika para penegak hukum (yang katanya berusaha menertibkan lingkungan), berusaha untuk mencekal para perusak-perusak ini.
Lebih didasarkan karena kecintaan dan penghargaan yang lebih dari saya kepada karya seni dalam bentuk apapun, tidak terkecuali graffiti dan mural yang terkadang membuat satu sisi kota menjdi lebih berarti. Hendaknya para penegak hukum ini ada sedikit pemilahan kepada para Bomber dan pelaku Vandalisme ini, sehingga tidak membatasi para pekerja seni yang berusaha mengexpresikan sebuah karyanya ke dalam sebuah guratan dan berusaha untuk memperindah suatu sisi kota.
Tetaplah berkarya, dan perindah lagi kota-kota di seluruh indonesia dan tunjukkan kepada dunia sisi-sisi lebih dari sudut-sudut sempit dengan jarak pandang tertentu dari sebuah kota itu. Sehingga mereka menikmati dan berkesan kepada Indonesia.